Pages

Sunday 15 April 2012

THE SWEETEST MOVIE : " LIKE CRAZY"

Los Angeles. Jacob dan Anna hanyalah sepasang kekasih yang sedang kasmaran kasmarannya ketika mereka baru saja bertemu dan merasakan kasih sayang yang saling mereka curahkan satu sama lain. Tapi apa daya, ketika Anna yang melanggar ketentuan visa pelajarnya terpaksa harus dipulangkan secara paksa ke kampung halamannya, London. Jarak yang jauh.
Realistis. Jarak yang jauh, waktu yang lama, telah mampu mengikis sedikit perasaan mereka untuk saling memberi rasa sayang lagi. Kini, Anna dan Jacob telah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing yang bisa dikatakan sukses. Juga, ada sosok pengganti yang kini mereka miliki masing-masing. Bagusnya, alih-alih total untuk bisa melupakan satu sama lain, mereka masih tetap berhubungan, berusaha untuk hanya saling mengirim sms, atau bahkan menelpon. Ya, mereka berperasaan sama. Mereka memutuskan untuk saling bertemu lagi dan menuai kembali rasa sayang yang dulu kuat kini akan terasa kuat kembali. Tapi, masalah pelik seakan tidak ingin pergi. Tetap, jarak dan waktu lah yang menjadi masalahnya.
_____________________________
Gatal rasanya untuk tidak membicarakan film yang barusan saya tonton ini. (Well, ya barusan. Setelah nonton film ini saya langsung ngetik post ini). Premisnya memang biasa, sangat biasa. Tapi ada sebuah kerja tim yang hebat untuk berhasil membungkus premis usang itu menjadi sebuah tontonan yang menarik dan tidak membosankan. "Like Crazy" mempunyai banyak elemen yang membuat saya jatuh cinta like crazy pada film drama nano nano ini. Ya, nano nano memang. Berkat dialog-dialog yang mengalir lancar, gaya pengambilan gambar-gambar yang dinamis, editing yang super kreatif, chemistry Jacob dan Anna yang sangat hebat itu teramu menjadi sebuah drama yang beraroma manis juga sekaligus depresif yang sangat pahit sepahit-pahitnya.

Manis. Ketika Jacob memberi Anna sebuah gelang bertuliskan "Patience". Manis itu ketika berkata "Oh hey you, I still love you so much, actually" itu tidak harus selalu diucapkan secara lisan, melainkan cukup hanya saling memandang dalam sebuah bus, senyum tulus pun terukir diwajah masing-masing tanpa disadari. Manis.

Pahit. Ketika mereka tersadar bahwa ada perasaan yang berbeda dari yang dulu mereka rasakan terhadap satu sama lain, dan Jacob berkata, "I just feel weird.." Lebih pahit dan depresif lagi ketika harus ada perasaan orang lain yang ternyata harus dikorbankan. Tapi itu memang realistis. Life is a choice, love includes. Depresif.

Pasang surut hubungan Jacob dan Anna yang diangkat dalam film ini juga banyak mengingatkan saya pada film "Blue Valentine" dan "Chico and Rita" yang penuh dengan kerealistisan akan ketidaksempurnaan hidup dan kasih sayang dua pasang manusia yang ada di dunia ini.

Dari film ini saya memetik pesan bahwa kedewasaan itu tumbuh seiring dengan waktu yang kita jalani dan masalah yang kadang datang menghalangi. Tapi dalam masalah ini (I hate if I have to say "love," ups. I just said it. LOL) masalah itu justru akan hilang dengan sendirinya karena kesabaran kita dalam menjalani waktu yang penuh dengan rintangan ini.

Kesimpulan. Dengan premis yang memang sudah usang, "Like Crazy" mampu tampil beda dari drama-drama sejenis yang tidak terhitung banyaknya. Dengan gaya penangkapan gambar yang dinamis, editing yang kreatif, chemistry yang kuat dari dua pemeran utama ini, "Like Crazy" menjadi sebuah drama yang tidak mudah untuk dilupakan begitu saja. Khususnya bagi saya. Ya paling tidak, ada sepasang cast dengan akting yang berkualitas di dalamnya yang mampu membawa emosi anda terhanyut. That's why I love "Like Crazy" like crazy.

Cheers. :D